-->

Notification

×

Iklan

Iklan

iklan close

close

Sate Jebred Trending Usai Renggut Nyawa, Apa Yang Salah ?

Jumat, 13 Oktober 2023 | Jumat, Oktober 13, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-10-13T09:37:27Z

Sumber foto youtube


SGJ Gatut - Update terbaru, korban yang diduga keracunan setelah makan sate jebred di Kabupaten Garut kian bertambah. Dinas Kesehatan (Dinkes) menyampaikan terjadi peningkatan kasus terkait dugaan keracunan makanan tersebut di Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, Jumat (13/10/ 2023).


Korban terdampak keracunan mencapai 54 orang. Dari Kecamatan Cilawu sebanyak 42 orang  diduga mengalami keracunan makanan, diantaranya 2 orang masih dirawat sedangkan 38 orang sudah kembali ke rumahnya serta 2 orang lagi seperti kabar sebelumnya dari Kecamatan Cilawu meninggal dunia.


Kejadian serupa dari Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya yang terdampak sebanyak 12 orang. Satu orang telah meninggal dunia, dan 2 orang masih dalam perawatan serta 9 orang lainnya sudah dapat pulang.


Peristiwa ini membuat sate jebred mendadak trending usai makanan yang berasal dari kulit sapi ini menelan korban jiwa dan puluhan korban lainnya harus dirawat di Puskesmas Cilawu Garut, Jawa Barat.


Sate dengan harga murah meriah Rp.10 ribu untuk 10 tusuknya ini kerap diburu konsumen. Sate ini juga sering dijumpai di warung, pasar maupun pedagang asongan di Garut. Tapi siapa sangka, sate jebred bisa membuat pemakannya mengalami keracunan, lalu apa yang salah dengan sate ini?


"Mungkin proses pengolahan yang salah, terkontaminasi kuman atau bakteri, atau karena kimia juga bisa, tapi itu dibuktikannya dari hasil laboratorium. Ada dua kemungkinan bisa penyebabnya mikro organisme bakteri biologis karena rentang waktu lumayan dari mulai konsumsi sampai dengan gejala, itu hampir rata-rata 12 jam, tapi tingkat kefatalannya lumayan juga kalo ada yang meninggal. Berarti ada faktor kimia yang masuk, tapi bakteri pun bisa seperti itu, tapi harus tetap dibuktikan dilaboratorium," ungkap dr. Asep Surahman, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Garut, Kamis (12/10/2023).


Dia menambahkan gejala keracunan makanan sering dianggap pasien biasa saja, sehingga mereka tak segera memeriksakan kondisi dengan cepat ke fasilitas medis. Hal itu tentu dianggap bisa memperburuk kondisi tubuh.


"Bisa berbagai macam, kekuatan racun lebih cepat bisa. Atau dia (korban) merasakan dianggapnya biasa karena awam, misal menganggap sakit perut biasa minum obat dari warung, itu misalkan, bisa saja. Jadi berbagai faktor, yang pasti itu setelah hasil lab keluar," tambahnya.


Bagaimana Keamanan, Kebersihan Dan Kesehatan Jajanan ?


Ini ulasan praktisi konsumen, Rosita Eva. Tak disangkal lagi jika di Indonesia kaya akan kuliner jajanan. Hampir di setiap daerah memiliki ciri khas jajanan masing-masing. Begitu mudah jajanan tersebut ditemukan. Di warung-warung, kios, toko kecil, tak terkecuali gelaran pedagang kaki lima di sepanjang jalan raya maupun jalan sempit.  Bahkan, di sekitar lokasi sekolah-sekolah, tidak sulit menemukan pedagang jajanan. Pertanyaannya, bagaimana dengan keamanan, kebersihan, dan kesehatan jajanan tersebut?.


Secara normatif, keamanan dan kesehatan jajanan diatur dalam Kepmenkes RI NO.942/MENKES/SK/VII/2003 mengenai pedoman persyaratan higienis sanitasi makanan jajanan. Maksud makanan jajanan disini adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau di sajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.


Keputusan Menteri Kesehatan tersebut juga menyantumkan syarat-syarat penjamah makanan, yaitu pedagang atau orang yang berhubungan dengan makanan dan peralatannya. Seperti termaktub dalam pasal 2 dan 13, maka penjamah makanan adalah orang yang tidak menderita penyakit mudah menular, misalnya; batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya. Penjamah makanan juga harus menutup luka seperti bisul atau luka lainnya. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian, memakai celemek, tutup kepala, mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.


Penjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan, tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan seperti telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya. Ketika batuk atau bersin, penjamah makanan tidak boleh di hadapan makanan jajanan yang hendak disajikan.


Untuk meningatkan mutu dan higienis sanitasi makanan jajanan, dapat ditetapkan lokasi tertentu sebagai sentra pedagang makanan jajanan. Sentra pedagang makanan jajanan tersebut lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi. Sentra jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti air bersih dan tempat penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, jamban dan peturasan, fasilitas pengendalian tikus. Keputusan ini juga menjelaskan bahwa penjamah makanan wajib memiliki pengetahuan tentang higienis sanitasi makanan dan gizi serta menjaga kesehatan. Pengetahuan mengenai hygienis sanitasi dan gizi diperoleh melalui kursus.


Tidak hanya itu, dalam Kepmenkes tersebut juga mencantumkan pembinaan dan pengawasan seperti tertera pada pasal 15 sampai 19. Di dalam pasal tersebut menyebutkan pembinaan dan pengawasan makanan jajanan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan dilakukan pendataan terhadap sentra pedagang makanan dan jajanan serta sarana penjaja. Terhadap sentra penjaja makanan jajanan dapat di berikan tanda telah terdaftar atau stiker telah didaftar. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala menyampaikan laporan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara berjenjang.


Regulasi Bagaikan Macan Kertas.


Jika mengacu pada regulasi yang sedemikian rinci ini, sejatinya sangat cukup untuk melindungi kesehatan masyarakat konsumen. Celakanya, apa yang terjadi di lapangan tidak demikian. Kerap dijumpai pedagang yang berjualan makanan sambil merokok, tidak memakai celemek dan tutup kepala, mencuci piring dengan satu ember, memegang jajanan dengan tangan langsung. Boleh jadi, regulasi hanya sebagai macan diatas kertas, jika tanpa sosialisasi dan penindakan yang lebih tegas.


Tak berlebihan jika lantas konsumen dirugikan akibat rendahnya tingkat higienitas jajanan. Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badan POM. Dalam penelitian yang mengambil sampel jajanan di 30 Kota Indonesia dengan melibatkan 886 Sekolah Dasar (SD), menemukan bahwa 35 persen makanan jajanan tidak memenuh syarat. Bahkan Tim Ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), memaparkan beberapa zat berbahaya yang terkandung dalam jajanan anak sekolah. Zat-zat dimaksud seperti; formalin sebesar 27.3 persen methanol yellow (10,2%), rhodamin (10.9%) dan boraks hingga 56,7 persen.
Angka ini sangat mengejutkan betapa berisikonya jika anak-anak mengonsumsi jajanan tersebut. 


Menyalahkan anak membeli atau pedagang kecil jelas bukan tindakan bijaksana. Idealnya ada edukasi secara berkelanjutan kepada anak sebagai konsumen maupun pedagang (produsen) tentang pentingnya jajanan sehat dan higienis. Penting juga ada akses pengaduan bagi konsumen (anak maupun orang tua) untuk mendapatkan informasi tentang jajanan sehat. ***

close