SGJabar> (Kabupaten Garut). Upaya pengabdian kemanusiaan terus bergulir dilakukan oleh Ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu Jaya (Grib Jaya) Kabupaten Garut. Bekerjasama dengan Pemerintah Desa Sukahaji, Kecamatan Sukawening guna memfasilitasi penyandang Autisme dan Yatim yang berjuang secara ekonomi karena kemiskinan untuk mendapatkan hak-haknya berupa bantuan dari pemerintah.
Hal tersebut terungkap, saat kisah pilu wanita lanjut usia bernama Yanti (65) warga Desa Sukahaji ini berhasil menuai haru dari Ormas Grib Jaya DPC Garut setelah dibagikan oleh salah satu pengurus PAC Sukawening lewat Group WhatsApp, dia membagikan kisah haru ibu Yanti merawat anak semata wayangnya yang mengidap Autisme dalam kondisi perekonomi serba kekurangan. Dalam unggahan chatingan nya dia mengatakan "Jangankan untuk berobat anak tercintanya, bahkan kebutuhan makan sehari-hari saja sudah sulit,"
Dijelaskan Yanti sudah tidak mampu lagi membayar sewa kontrakan rumah yang ia tempati bersama anaknya yang autis bernama Fauzi (25). Saat ini ia pun mulai mencemaskan usianya serta kondisi kesehatan yang sering sakit-sakitan.
"Kondisi fisik dan usia saya sudah tidak bisa maksimal lagi mengawasi, menjaga dan merawatnya. Saya berharap ada yang membantu kami (ibu dan anak) guna mendapat perlindungan dan bantuan dari pemerintah untuk ditampung di rumah panti," keluhnya.
Merespon hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kabupaten Garut, Asep Rahmat Permana, SH, SHI, meminta pemerintah untuk menyikapi dengan sungguh-sungguh sebagai bentuk tanggung jawab atas terjaminnya kesejahteraan dan membawa keadilan sosial.
"Ormas Grib Jaya akan hadir dan berperan dalam memberikan bantuan kepada penderita autis dari keluarga miskin berupa bantuan pendampingan advokasi dan sosialisasi," paparnya.
Menurutnya, mengadvokasi hak-hak penderita autis. Serta sosialisasi meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kondisi autisme, dengan meningkatkan kesadaran, serta masyarakat dapat menjadi lebih mendukung dan membantu keluarga yang memiliki anak autis.
Lanjut Asep Rahmat, penderita autis dari keluarga miskin seringkali mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses ke perawatan dan terapi yang memadai, karena keterbatasan ekonomi dan pengetahuan tentang autisme. Kondisi ini dapat menyebabkan mereka terlantar, baik secara emosional maupun fisik.
"Memiliki anak yang berkebutuhan khusus atau anak autis tentunya membuat tanggung jawab orangtua semakin besar, termasuk dalam hal biaya pengasuhan dan bimbingan. Untuk itu, anak autis yang berasal dari keluarga miskin bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah," ungkapnya.
Dia menyebutkan Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks, yang membutuhkan pemahaman dan perhatian yang serius dari semua pihak, baik orang tua, para ahli dari berbagai disiplin ilmu, pemerintah maupun masyarakat luas, agar individu autis dapat berkembang lebih optimal.
"Ormas kami segera menugaskan kader-kader terbaik untuk melakukan pendampingan ke instansi terkait, khususnya audensi ke Dinas Sosial dalam upaya mendukung penderita autis dan keluarga mereka, seperti peraturan tentang hak-hak anak berkebutuhan khusus tersebut," katanya.***CS